Tuesday 31 July 2007

artikel

Diposting oleh jazz community


DIALOG SENI KULTURAL KUA ETNIKA BERTAJUK "RAISED FROM THE ROOTS, BREAKTRHOUGH BORDERS"

Penampilan Kua Etnika dan Trie Utami di Graha Bakti Budaya-Taman Ismail Marzuki, Kamis (12/07/2007)Photo: Kushindarto/WartaJazz.com
Kalau anda bosan dengan bunyi-bunyian efek distorsi gitar atau synthesizer, ataupun suara turntable yang sudah tidak asing dan dapat dijumpai disetiap sudut dan bahkan organ tunggal yang sudah cukup untuk mengiringi penyanyi yang pada intinya dengan satu alat musik, tapi tetap bisa menghasilkan berbagai jenis suara. Tidak dengan musik ini, karena setidaknya mereka membutuhkan 11 orang dalam satu pertunjukan.
Kelompok Musik Kua Etnika, yang merupakan salah satu kegiatan Yayasan Bagong Kussudiardja di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, kamis & jum’at (12 & 13 Juli) lalu tampil di Graha Bakti Budaya TIM Jakarta dengan tajuk “Raised From The Roots, Breakthrough Borders". Sengaja mereka menampilkan karya-karyanya didepan publik Jakarta sebelum tampil di Festival Nusantara, Brisbane, Australia. Seperti diuraikan dalam rilisnya “Suatu perjalanan yang, menilik judulnya, berangkat dari suatu akar untuk mencapai dan kemudian menembus batas-batas, penuh percobaan teknik dan gaya dari berbagai sumber inspirasi. Namun, alih-alih menjadi rumit, mereka bersetia untuk lugas, sederhana, dan pada saat yang sama, menghadirkannya dalam suasana yang akrab dan hangat, hampir seperti tanpa pretense”.
Djaduk dan rekan-rekannya yang berdiri dibelakang berbagai alat musik etnik yang dipadukan dengan modern, sebut saja Kendang, Bonang, Suling, Triangle, Perkusi yang dipadukan dengan Drum, Keyboard, Gitar dan Bass malam itu menyajikan 11 repertoar ditemani Tri Utami sebagai vokalis. Beberapa diantaranya Do Now, Gandean, Samungkarwise, Misi Ngga Mungkin, Duo, Kuputarung dan Mademenan.
Pada Gandean, mereka terinspirasi oleh komunitas Chinese di Jogja, dengan pembauran, mereka berharap agar komunitas ini tidak tersingkirkan. Lalu mengadaptasi dari soundtrack film Mission Impossible, mereka memberikan judul Misi Ngga Mungkin, dengan melodi yang sama tapi aransemen yang berbeda. Ada yang menarik dari komposisi ini, diselanya Djaduk mengeluarkan pistol-pistolan mainan tradisional anak-anak juga alat komunikasi mainan yang terbuat dari tali dengan kaleng atau gelas plastik disetiap ujungnya, suaranya terdengar nyaring ketika Djaduk menarik tali tersebut dari atas kebawah. Penonton ikut tertawa ketika Djaduk mengeluarkan senjata-senjata rahasia tersebut.
Lalu sama dengan judulnya, Duo, kali ini ia duduk bersilah sambil memangku dan memukul sebuah perkusi yang terbuat dari logam ditengah panggung. Sambil memainkan irama tertentu, Tri Utami datang dan menyanyi sambil menari dibelakang Djaduk.
Seperti melihat suatu pertunjukan musik tradisional yang dipadupadankan dengan musik modern dan juga komunikatif dengan memberikan guyonan-guyonan yang selalu membuat penonton terpingkal-pingkal. Keberadaan Tri Utami semakin menambah keceriaan, karena selain sebagai vokalis, ia juga lihai menari, juga sebagai penterjemah kedalam Bahasa Inggris ketika Djaduk menjelaskan komposisi yang dibawakan, dan juga sebagai lawan bicara ketika Djaduk dan rekan-rekannya mengejeknya dengan guyonan yang renyah. Bisa dibayangkan suasana mereka latihan, pasti selalu tertawa dan tertawa.
Menurut Djaduk, yang mendasari kerja kreatif mereka adalah keterbukaan musik etnik di Indonesia terhadap berbagai kemungkinan baru, baik instrumen, melodi, maupun iramanya. Termasuk di dalamnya upaya mendialogkan khasanah musik etnik dengan khasanah musik Barat.
Berangkat dari semangat mengolah seni tradisi dan modern. Kita mengenal istilah World Music sebagai istilah yang sering didengar untuk musik seperti ini. Dengan perpaduan berbagai gamelan khas Jawa, Sunda, Bali dan Khasanah Musik Tradisi yang kaya dan bisa disebut sebagai harta yang belum bisa dinilai. World Music menunjukan tren yang semakin meriah dibelantika musik dunia, karena mendorong adanya pertukaran kultural pada masing-masing wilayah, bahkan tidak jarang kalau merekalah yang mengharumkan nama Indonesia ketika tampil pada festival-festival kesenian didunia. Di Indonesia kita bisa menemukan beberapa kelompok musik yang mengarah kepada World Music, sebut saja Samba Sunda, Krakatau dengan Karawitan Musiknya, Genggong-nya Sawung Jabo, Gilang Ramadhan dengan Nera-nya, Kahanan dari Innisisri, Oppie Andaresta, lalu Vicky Sianipar dengan album Toba Dream-nya. (*/Dwi Ratna/Wartajazz.com)
Link terkait:
Website Kua Etnika

0 komentar: