Thursday 6 December 2007

kliping arafuru

Diposting oleh jazz community

Saturday 15 September 2007

galery foto perform

Diposting oleh jazz community






wah semangat banget tuh vocalisnya.....arafuru lagi General Repetision pre perform in garden palace hotel surabaya.....with Harvey and Olive

Wednesday 1 August 2007
Diposting oleh jazz community

sebuah kelompok JAZZ yang berasal dari MALANG CITY,mencoba untuk berkontribusi dalam ruang dimensi eksperiment bunyi yang ada pada dunia musik utamanya jazz...ARAFURU JAZZ namanya terkesan lokal tapi penuh makna,dimana spirit dari group ini ingin mengangkat Indonesia pada penebalan budaya secara nasional.







Tuesday 31 July 2007

Jazz New

Diposting oleh jazz community


25TH SFJAZZ FESTIVAL AKAN DIMULAI 22 SEPTEMBER 2007



Panitia San Franciso Jazz (SFJAZZ) Festival telah mengumumkan jadwal artis yang akan tampil dalam penyelenggaraan festival yang ke-25 tersebut. Acara tersebut akan digelar dari tanggal 22 September sampai 30 November 2007 mendatang. Sepanjang jangka waktu tersebut, SFJAZZ akan mengatur pertunjukan lebih dari 30 artis.
Festival ini akan dibuka oleh penampilan gitaris John McLaughlin and the 4th Dimension. Dalam jumpa pers di akhir bulan lalu, Randall Kline, eksekutif direktur dari SFJAZZ mengatakan, “Edisi ulang tahun ke-25 festival ini adalah sebuah kesempatan untuk melihat para musisi favorite pendatang baru yang mempunyai bakat yang mengesankan”.
Beberapa para musisi baru tersebut adalah Happy Apple and Kneebody, saxophonis / klarinetis Anat Cohen, pianis dari NorwegiaTord Gustavsen. Selain itu, beberapa musisi yang lebih senior pun akan ikut hadir memeriahkan festival tersebut seperti vokalis Dee Dee Bridgewater, Kurt Elling, Nancy King, saxophonis legendaris Ornette Coleman dan masih banyak lagi.
SFJAZZ juga akan memberikan penghargaan SFJAZZ Beacon Award 2007 untuk Pete Escovedo pada tanggal 27 Oktober 2007 mendatang. Escovedo juga akan memimpin sebuah orkestra jazz latin dalam acara tersebut.
Kalau memang berminat dapat hadir dalam acara tersebut, tiket SFJAZZ Festival sudah mulai dijual pada tanggal 15 Juli 2007 dan informasi daftar lengkap para musisi yang akan tampil dapat disimak di sfjazz.org. (*/Ceto Mundiarso/Wartajazz.com)

artikel

Diposting oleh jazz community


DIALOG SENI KULTURAL KUA ETNIKA BERTAJUK "RAISED FROM THE ROOTS, BREAKTRHOUGH BORDERS"

Penampilan Kua Etnika dan Trie Utami di Graha Bakti Budaya-Taman Ismail Marzuki, Kamis (12/07/2007)Photo: Kushindarto/WartaJazz.com
Kalau anda bosan dengan bunyi-bunyian efek distorsi gitar atau synthesizer, ataupun suara turntable yang sudah tidak asing dan dapat dijumpai disetiap sudut dan bahkan organ tunggal yang sudah cukup untuk mengiringi penyanyi yang pada intinya dengan satu alat musik, tapi tetap bisa menghasilkan berbagai jenis suara. Tidak dengan musik ini, karena setidaknya mereka membutuhkan 11 orang dalam satu pertunjukan.
Kelompok Musik Kua Etnika, yang merupakan salah satu kegiatan Yayasan Bagong Kussudiardja di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, kamis & jum’at (12 & 13 Juli) lalu tampil di Graha Bakti Budaya TIM Jakarta dengan tajuk “Raised From The Roots, Breakthrough Borders". Sengaja mereka menampilkan karya-karyanya didepan publik Jakarta sebelum tampil di Festival Nusantara, Brisbane, Australia. Seperti diuraikan dalam rilisnya “Suatu perjalanan yang, menilik judulnya, berangkat dari suatu akar untuk mencapai dan kemudian menembus batas-batas, penuh percobaan teknik dan gaya dari berbagai sumber inspirasi. Namun, alih-alih menjadi rumit, mereka bersetia untuk lugas, sederhana, dan pada saat yang sama, menghadirkannya dalam suasana yang akrab dan hangat, hampir seperti tanpa pretense”.
Djaduk dan rekan-rekannya yang berdiri dibelakang berbagai alat musik etnik yang dipadukan dengan modern, sebut saja Kendang, Bonang, Suling, Triangle, Perkusi yang dipadukan dengan Drum, Keyboard, Gitar dan Bass malam itu menyajikan 11 repertoar ditemani Tri Utami sebagai vokalis. Beberapa diantaranya Do Now, Gandean, Samungkarwise, Misi Ngga Mungkin, Duo, Kuputarung dan Mademenan.
Pada Gandean, mereka terinspirasi oleh komunitas Chinese di Jogja, dengan pembauran, mereka berharap agar komunitas ini tidak tersingkirkan. Lalu mengadaptasi dari soundtrack film Mission Impossible, mereka memberikan judul Misi Ngga Mungkin, dengan melodi yang sama tapi aransemen yang berbeda. Ada yang menarik dari komposisi ini, diselanya Djaduk mengeluarkan pistol-pistolan mainan tradisional anak-anak juga alat komunikasi mainan yang terbuat dari tali dengan kaleng atau gelas plastik disetiap ujungnya, suaranya terdengar nyaring ketika Djaduk menarik tali tersebut dari atas kebawah. Penonton ikut tertawa ketika Djaduk mengeluarkan senjata-senjata rahasia tersebut.
Lalu sama dengan judulnya, Duo, kali ini ia duduk bersilah sambil memangku dan memukul sebuah perkusi yang terbuat dari logam ditengah panggung. Sambil memainkan irama tertentu, Tri Utami datang dan menyanyi sambil menari dibelakang Djaduk.
Seperti melihat suatu pertunjukan musik tradisional yang dipadupadankan dengan musik modern dan juga komunikatif dengan memberikan guyonan-guyonan yang selalu membuat penonton terpingkal-pingkal. Keberadaan Tri Utami semakin menambah keceriaan, karena selain sebagai vokalis, ia juga lihai menari, juga sebagai penterjemah kedalam Bahasa Inggris ketika Djaduk menjelaskan komposisi yang dibawakan, dan juga sebagai lawan bicara ketika Djaduk dan rekan-rekannya mengejeknya dengan guyonan yang renyah. Bisa dibayangkan suasana mereka latihan, pasti selalu tertawa dan tertawa.
Menurut Djaduk, yang mendasari kerja kreatif mereka adalah keterbukaan musik etnik di Indonesia terhadap berbagai kemungkinan baru, baik instrumen, melodi, maupun iramanya. Termasuk di dalamnya upaya mendialogkan khasanah musik etnik dengan khasanah musik Barat.
Berangkat dari semangat mengolah seni tradisi dan modern. Kita mengenal istilah World Music sebagai istilah yang sering didengar untuk musik seperti ini. Dengan perpaduan berbagai gamelan khas Jawa, Sunda, Bali dan Khasanah Musik Tradisi yang kaya dan bisa disebut sebagai harta yang belum bisa dinilai. World Music menunjukan tren yang semakin meriah dibelantika musik dunia, karena mendorong adanya pertukaran kultural pada masing-masing wilayah, bahkan tidak jarang kalau merekalah yang mengharumkan nama Indonesia ketika tampil pada festival-festival kesenian didunia. Di Indonesia kita bisa menemukan beberapa kelompok musik yang mengarah kepada World Music, sebut saja Samba Sunda, Krakatau dengan Karawitan Musiknya, Genggong-nya Sawung Jabo, Gilang Ramadhan dengan Nera-nya, Kahanan dari Innisisri, Oppie Andaresta, lalu Vicky Sianipar dengan album Toba Dream-nya. (*/Dwi Ratna/Wartajazz.com)
Link terkait:
Website Kua Etnika

OPINI ARAFURU

Diposting oleh jazz community

OPIJAZZ > JAZZ DAN MUSIK POPULER DALAM LINTASAN SEJARAH
oleh: Pradipto Niwandhono

Tulisan singkat ini, sejujurnya, lahir dari kegelisahan penulis sebagai seorang penggemar dan pemerhati musik jazz, oleh masih sangat minimnya perhatian masyarakat, terutama Indonesia, terhadap jenis musik ini. Seperti halnya musik klasik, sebagian besar orang memang cenderung menganggap jenis musik ini terlalu berat, abstrak, dan sulit untuk dicerna. Disamping itu, jazz acap kali distereotipkan sebagai musik kaum elite atau kaum gedongan, walaupun kenyataannya di kalangan “gedongan” sendiri, sebenarnya penggemar ataupun penikmat musik jazz masih merupakan golongan minoritas. Bahkan di kalangan kaum muda dewasa ini sudah umum dijumpai anggapan bahwa jazz adalah “musik orang tua yang membosankan dan membuat kita mengantuk”.
Munculnya imej bagi jazz yang kurang menguntungkan ini berpangkal pada sebuah pengertian yang dominan bahwa fungsi utama musik adalah untuk menghibur dan memberikan kepuasan kepada khalayak, dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Adanya perkembangan teknologi, yaitu munculnya alat perekam suara pada akhir abad –19 telah mengakibatkan pergeseran besar dalam seni musik dunia : jika pada awalnya musik merupakan ekspresi murni perasaan manusia maka kini musik menjadi produk industri rekaman dan komoditas dagang. Kapitalisme industri musik juga telah menggeser musik-musik lama yang menunjukkan identitas kultural masing-masing etnis / bangsa di dunia, dan sebagai gantinya muncullah jenis musik baru yang mengatasi dan meluruhkan perbedaan-perbedaan kultural yang ada, yaitu apa yang disebut “musik populer”. Tanpa mengesampingkan kreativitas dari musisi pop (hanya sebagian kecil musisi pop memiliki kreativitas orisinal !), sesungguhnya tidak sedikit komposisi pop merupakan bentuk-bentuk yang terstandarisasi atau reproduksi dari trend-trend sesaat, dan fenomena ini cenderung berlangsung secara global.
Dalam hal ini patut diperhatikan bahwa musik jazz muncul sebagai peralihan dari musik “tradisional” menuju musik “populer”. Pada awal perkembangannya, jazz dapat diketegorikan sebagai sebuah contoh musik tradisi, dimana musik ini sangat mewakili ekspresi dan kultur masyarakat kulit hitam di Amerika Serikat. Sebagai musik yang mewakili sebuah masyarakat yang terdiskriminasi, maka perkembangan jenis musik ini juga akan mengalami nasib kurang lebih sama. Timbulnya aliran swing pada dekade 1930-an membawa perubahan penting dalam cara orang memandang musik ini, yang akhirnya berpengaruh pada pengkategorian posisi jazz di antara berbagai musik lain. Era swing ditandai dengan munculnya jazz band dengan jumlah pemain yang besar (big band), yang dapat dilihat sebagai sebuah bentuk orkestrasi ala Eropa yang diaplikasikan dalam jazz, walaupun tetap mempertahankan ciri-ciri pokoknya, seperti improvisasi, sinkopasi dan blue note (nada yang merendah pada not ketiga dan ketujuh, merupakan ciri khas musik blues dan jazz). Dengan perkembangan tersebut, jazz tidak lagi dianggap musik “barbar” karena identik dengan orang kulit hitam. Pada masa itu, jazz bahkan telah menjadi musik populer, dengan irama swing-nya yang cocok untuk berdansa, dan pada masa itu pula jazz mulai menyebar ke belahan dunia lain seperti Eropa ataupun Asia. Tidak sedikit komposisi-komposisi jazz dari musisi handal semacam George Gershwin, Cole Porter atau Duke Ellington diangkat menjadi soundtrack film, dan komposisi-komposisi tersebut sebenarnya merupakan lagu pop pada zamannya.
Perkembangan jazz yang semakin mengarah pada musik hiburan tersebut menimbulkan reaksi di kalangan musisi jazz kulit hitam. Beberapa diantaranya seperti Charlie Parker dan Dizzy Gillespie lantas memperkenalkan bebop, sebuah style baru dalam jazz pada sekitar akhir dekade 1940-an. Kemunculan bebop ini sering disebut sebagai revolusi dalam musik jazz, karena konon para eksponennya memiliki sebuah spirit baru yang bertujuan mengembalikan jazz pada hakikatnya sebagai musik “seni” khas kaum negro. Aliran baru ini ditandai dengan berkembangnya formasi band / combo secara lebih minimalis dengan konsekuensi semakin luasnya ruang bagi improvisasi solo masing-masing pemain. Disamping gaya swing dengan formasi big band-nya, bebop dan beberapa variasi yang muncul kemudian (hard bop, cool jazz, dan sebagainya) menjadi aliran utama (mainstream) dan pusat dari perkembangan jazz dunia hingga masa kini.Semenjak “revolusi” bebop, jazz agaknya cenderung berkembang menjadi sebuah genre yang lebih eksklusif daripada sebelumnya dan makin tampak terpisah dari berbagai jenis musik lain. Memang, jazz kemudian benar-benar berkembang menjadi sebuah musik “seni” dengan tingkat kesulitan tinggi sebagaimana halnya musik klasik. Pada masa-masa sekarang ini akan lebih banyak dijumpai musisi jazz jebolan sekolah-sekolah musik, walaupun kenyataannya para dedengkot awal jazz hampir semuanya belajar bermusik secara otodidak. Sebagai sebuah genre musik yang makin membutuhkan keseriusan, maka tidak mengherankan apabila jazz mulai agak dijauhi khalayak. Apalagi pada saat itu, trend rock’n roll makin merajai blantika musik populer dunia. Jika pada tahun 1940-an, jazz dapat dijumpai pada komunitas tempat hiburan umum dan pesta-pesta dansa, sejak sekitar tahun 1950 dan selanjutnya akan terasa “bergeser” menuju komunitas intelektual dan akademisi, dimana mereka semakin cenderung memperlakukan musik ini seakan sebuah “disiplin ilmu” tersendiri. Jika ditelaah lebih lanjut, adanya revolusi bebop setidaknya membawa beberapa dampak positif : Pertama, di tengah iklim rasialisme yang masih kuat hingga tahun 1960-an (ingat kasus tertembaknya Martin Luther King, pejuang kulit hitam AS pada tahun 1968 !), jazz mulai dikategorikan sebagai bagian dari “budaya tinggi”, disaat musik rock yang diangkat kaum kulit putih justru lebih menjadi bagian dari “budaya massa”. Kedua, dengan sedikit melepaskan diri dari bentuk orkestrasi ala swing akan memungkinkan para musisi jazz melakukan eksplorasi-eksplorasi baru dengan mengadaptasikan unsur dari musik-musik yang dianggap dapat memperkaya jazz. Tanpa bebop, mungkin tidak akan pernah ada jazz fusion, avant garde atau world music yang mengeksplorasi musik-musik etnis dari berbagai belahan dunia.
Pada masa-masa belakangan, semakin tampak bahwa musik jazz senantiasa kontradiktif dengan musik populer (rock dan pop), dimana jika seseorang menjadi penggemar salah satu jenis musik ini biasanya akan menolak yang lainnya. Yang kurang diketahui umum adalah bahwa kedua jenis musik tersebut memiliki hubungan satu sama lain yang saling mempengaruhi. Bukankah jazz maupun rock tumbuh dari akar yang sama, yakni blues ? Mungkin tidak banyak orang yang tahu bahwa lagu-lagu The Beatles telah banyak dibawakan oleh para musisi jazz sebagai lagu standar. Atau bahwa Sting, pentolan grup New Wave era 80-an, The Police, adalah juga seorang musisi jazz yang handal. Akibat interaksi antara jazz dan musik-musik hiburan terbukti telah melahirkan berbagai sintesis baru yang memperkaya nuansa baik dalam jazz maupun rock. Bagi para musisi pop atau rock yang mengadopsi elemen jazz akan memberi mereka suatu nilai lebih karena dengan demikian akan dianggap lebih bermutu, sementara sebaliknya bagi kalangan musisi jazz, dengan mengadopsi unsur musik populer akan menyebabkan karya mereka lebih memiliki daya jual.
Munculnya berbagai bentuk sintesis antara jazz dan musik hiburan ini sering menjadi bahan perdebatan di kalangan kritikus musik, mengenai pengkategorian yang menjadi semakin kabur karenanya. Sejak sekitar tahun 1980-an, berbagai aliran baru ini diberi nama Adult Contemporary (AC), agaknya untuk menunjukkan bahwa musik ini ditujukan untuk kalangan usia tertentu yang dianggap telah “dewasa”, biasanya usia 30 tahun ke atas.. Musik-musik yang dapat dikategorikan sebagai AC ini meliputi :
Fusion, yang lahir sekitar akhir dekade 1960-an, ketika Miles Davis, seorang eksponen bebop dan cool jazz mempopulerkan sebuah varian baru jazz dengan mengadopsi unsur rock dan soul / R&B. Kepeloporan Miles dilanjutkan oleh musisi-musisi generasi di bawahnya. Salah seorang yang paling sukses adalah Chick Corea dimana ia mempopulerkan penggunaan instrumen elektronis dalam jazz, sehingga fusion kemudian hampir tidak dapat dilepaskan dari ciri (elektronis) tersebut. Pada awalnya, fusion masih cukup sarat dengan improvisasi jazz, akan tetapi kemudian semakin mengarah pada pop dengan jenis komposisi yang disederhanakan untuk lebih menarik selera pasar. Jenis terakhir ini kemudian lebih populer dengan istilah smooth jazz atau terkadang disebut pula contemporary jazz.
“Jazzy”, yang berarti “agak-agak ngejazz” atau “sedikit bernuansa jazz”. Umumnya istilah ini dipergunakan untuk menyebut musik populer yang mengadopsi unsur jazz, umumnya pada progresi chord (yang mewakili unsur “blue note”) maupun irama (rhythm) yang sering dipergunakan dalam jazz misalnya swing, soul, bossanova dan sebagainya. Beberapa pengusung awal jazzy antara lain kelompok Blood, Sweat & Tears (BS&T) dan Chicago sekitar tahun 1968. Artis-artis jazzy memiliki latar belakang beraneka ragam. Ada sebagian artis/musisi yang memang memilih jazzy sebagai konsep musiknya, ada pula yang menjadi “jazzy” hanya karena kolaborasinya dengan musisi-musisi jazz. Dengan demikian, warna musiknya akan beraneka ragam. Salah satu varian yang paling populer belakangan ini adalah acid jazz, dimana aliran musik baru ini konon merupakan hasil “ulah” para DJ (disc jockey) dalam menciptakan suatu jenis musik dance dengan memasukkan unsur jazz, soul, hip hop, dan funk dalam satu komposisi/lagu. Acid jazz yang dibawakan oleh grup seperti Brand New Heavies dan Incognito, dengan beat-nya yang dinamis ini dengan segera memperoleh sambutan dari kalangan pendengar yang lebih muda.
Dari ilustrasi historis yang sangat singkat ini kiranya dapat diperoleh sebuah pengertian bahwa jazz tidak melulu merupakan jenis musik serius dan membosankan. Kiranya lebih tepat jika dikatakan bahwa jazz merupakan sebuah proses “tarik ulur” antara tradisi musik seni / klasik yang bersifat elitis dengan musik hiburan yang mewakili aspirasi khalayak lebih luas. Dari proses tarik ulur inilah kemudian muncul banyak sekali varian ataupun aliran dalam jazz yang makin memperkaya khazanah musik ini. Sesungguhnya, jazz menawarkan keanekaragaman dan eksplorasi-eksplorasi musikal yang sayang apabila diabaikan begitu saja, apalagi bagi generasi muda yang biasanya paling memiliki rasa ingin tahu. Akhir kata penulis ucapkan : selamat mencoba !
Jazz In Love
ACID JAZZ1. Still a Friend of Mine – INCOGNITO2. Dream Come True – BRAND NEW HEAVIES3. Girl Overboard – SNOWBOY4. Canned Heat - JAMIROQUAI5. Stepping Into My Life – THE JAMES TAYLOR QUARTET6. Sweet Feelings – ESPERANTO
JAZZ STANDARDS1. Love Is Here To Stay – ELLA FITZGERALD & LOUIS ARMSTRONG2. Round Midnight – THELONIUS MONK3. Route 66 – GRADY TATE4. Stardust – HELEN HUMES5. Summertime – JOE HENDERSON feat. CHAKA KHAN6. Sweet Lorraine – NAT KING COLE7. My Funny Valentine – MILES DAVIS8. How High The Moon – DEE-DEE BRIDGEWATER9. Mack The Knife – LOUIS ARMSTRONG10. Spain – AL JARREAU
SWING 1. Route 66 – THE MANHATTAN TRANSFER2. Do Nothing Till You Hear From Me – ROBBIE WILLIAMS3. L o v e – NATALIE COLE4. Come Rain Or Come Shine – DIANE SCHUUR5. Beyond The Sea – GEORGE BENSON feat. COUNT BASIE ORCHESTRA6. Let’s Fall In love – DIANA KRALL7. Goin’ home – AL JARREAU & TAKE 6
BALLADS1. Misty – SARAH VAUGHAN2. Unforgettable – NATALIE COLE feat. NAT KING COLE3. What A Wonderful World – KENNY G & LOUIS ARMSTRONG4. Love Dance – DIANE SCHUUR5. Tears In Heaven – JOSHUA REDMAN feat. PAT METHENY6. For Sentimental Reason – SYAHARANI7. You’ve Changed – GEORGE MICHAEL
BOSSA NOVA1. The Girl From Ipanema – STAN GETZ feat. JOAO & ASTRUD GILBERTO2. Agua de Beber – ASTRUD GILBERTO3. Blue Bossa – BENNY CARTER4. Mas Que Nada – SERGIO MENDES5. Desafinado – EDEN ATWOOD6. Corcovado (Quiet Night Of Quiet Stars) – LAURA FYGI7. Waters Of March – AL JARREAU & OLETA ADAMS8. One Note Samba – EARL KLUGH
JAZZ FUSION & FUNK1. Night Rhythms – LEE RITENOUR2. Invitation – SHAKATAK3. Brazilian Love Affair – GEORGE DUKE4. Come With Me – TANIA MARIA5. Daddy’s Gonna Miss You – YELLOWJACKETS6. Rio Rush – FOURPLAY
SMOOTH JAZZ1. Antonio’s Song – MICHAEL FRANKS2. Angela – BOB JAMES3. Springtime Laughter – SPYRO GYRA feat. BASIA4. Between The Sheets – FOURPLAY feat. CHAKA KHAN5. You Make Me Smile – DAVE KOZ6. Midnight In San Juan – EARL KLUGH7. This Masquerade – GEORGE BENSON8. After The Love Has Gone – DAVID BENOIT/R. FREEMAN feat. PHIL PERRY
JAZZY TUNES1. Smooth Operator – SADE2. Just The Two Of Us – BILL WITHERS & GROVER WASHINGTON JR3. When We Make A Home – SADAO WATANABE4. Baby You’re Mine – BASIA5. After The Love Has Gone – EARTH WIND AND FIRE6. Through The Fire – CHAKA KHAN7. By The Time This Night Is Over – PEABO BRYSON & KENNY G
JAZZ INDONESIA1. Reborn – INDRA LESMANA2. Moliendo CafĂ© – BUBI CHEN3. Dia – SYAHARANI4. Menanti – TOHPATI feat. LITA ZEIN5. Night In Samarinda – CANIZZARO6. Take Off To Padang - KARIMATA7. Satu Nuansa Jiwa – ERMY KULLIT
INDONESIAN JAZZY VOCALS1. Jangan Menggoda Lagi – PETER F GONTHA & SYAHARANI2. Andai Saja – IGA MAWARNI3. Bisikan Hati – ANDIEN4. Keraguan – 2D (DIAN PP / DEDDY DHUKUN)5. Dara - CHASEIRO6. New Sakura – FARIZ RM7. Semurni Kasih – DIAN PRAMANA PUTRA8. Kesan – ERMY KULLIT9. Kembali – GLENN FREDLY
ACID JAZZ INDONESIA1. Satu Mimpiku – THE GROOVE2. Dan Senyumlah – SINGIKU3. Denganmu – BUNGLON feat. NERI PER CASSO4. Interaksi – HUMANIA5. Universal - CLOROPHYL

resensi dunia jazz kita

Diposting oleh jazz community


ELDAD TARMU - GET UP CLOSE
Rhombus Records B00005J5D6


Komposisi: 1. The Nooze2. Get Up Close3. Her Story4. Minor Burns5. The Tourist6. Float Above The Rain7. Yafo8. Planet Blue9. In The Air10. Deep Inside The Drum
Musisi : Eldad Tarmu: vibraphone); Ernie Watts, Ryan Woodward: alto & tenor saxophonesDerrick Davis: alto saxophone, fluteMaurice Gainen: tenor saxophoneJosh Aguillar: trumpetArturo Velasco: tromboneCengiz Yaltkaya: piano
"The Nooze" langsung digeber rekaman ini di nomer wahid. Pada giliran solo yang pertama, rentetan 16th-notes mengalir cepat dari teknik empat mallet Eldad Tarmu seperti dimuntahkan senapan mesin, bop-driven, mengikuti pergerakan yang tak kalah sibuk di belakangnya: Trevor Ware (upright bass). Ernie Watts (tenor sax) langsung menyambut konklusi yang diberikan Tarmu dengan solo yang sama fluidnya, menggulung nada-nada berinterval pendek dengan sisipan frase-frase melodik khasnya. Selain menampilkan patungan duet lama vibrafon-piano Eldad Tarmu - Cengiz Yaltkaya, semua karya Tarmu pada album ini turut didukung oleh Steve Sykes (drums), Maurice Gainen (produser bersama Yaltkaya) serta Michael Rosen yang cukup sering terlibat dalam proyek bersama.
Semua lagu diaransir dengan beberapa putaran solo bergantian antara Tarmu dengan pengisi lainnya. Seorang gitaris, Ron Affif, dilibatkan pada "Minor Burns" masih dengan tema solo yang meliuk kilat. Arturo Velasco mendapat giliran bersolo trombone kalem di lagu "The Tourist". Sementara Derrick Davis, selain memainkan alto sax pada nomer "Yafo", juga meniup flute untuk "Get Up Close".
Arransemen bertempo waltz dimainkan lewat "Float Above The Rain" yang mengingatkan kita akan warisan lyricism pianis Bill Evans (yang diperagakan "Alice in Wonderland"). Kualitas lirikal yang sama juga dapat didengar pada melodi muted trumpet Josh Aguillar, renyah, bijak dengan tidak tergoda untuk memburu kecepatan saat solo "Planet Blue".
Tonal blues yang kuat mengisi improvisasi Tarmu pada "Her Story" (didukung oleh Watts pada alto sax) dan "Deep Inside The Drum" di nomer terakhir. Pada lagu pamungkas tersebut Sykes diberi tempat khusus mengolah ritmik iringan tanpa warna snarr pada alatnya. Peniup sax lain yang ikut dalam seksi brass di beberapa nomer serta solo di lagu terakhir tadi adalah Ryan Woodward (tenor dan alto).
Setiap jaman mempunyai pahlawannya sendiri, kini banyak musisi jazz yang berjalan ke arah kreasi idiom baru. Di tengah-tengah meluasnya spektrum pada garis waktu, Eldad Tarmu ambil bagian dalam mata rantai bentuk jazz akustik dengan album yang nge-swing, elaborasi blues, dan inspirasi lampau sebagai penghubung dengan karya-karya standard. Sekuen kepala-solo yang runut dan logika improvisasi yang menguatkan kontur pergerakan harmoni, itulah yang dibangun saat sistem pendengaran kita mencerna album ini.
***
Eldad Tarmu sempat diundang Nusa Dua International Jazz Festival (29/12/04) bertrio dengan bassis Christy Smith (kini aktif di Singapura) dan drummer Juasa Kanoh (Jepang). Alasan rekannya Yaltkaya tidak hadir cukup sederhana: natal dan tahun baru. Namun, audiens jazz Indonesia yang jarang mendapati pementasan vibrafonis jazz tentu beruntung jika dapat hadir menyaksikannya. Tarmu yang menurut panitia belum pernah ke Asia agaknya masih berminat untuk tampil di Indonesia setelah mendengar tentang sejumlah agenda jazz di 2005. (*/Arif Kusbandono/WartaJazz.com)
Related Link: Beli album ini Eldad Tarmu di A1 Artists

resensi dunia jazz

Diposting oleh jazz community


CARLO ACTIS DATO - SALAH SATU SAKSOFONIS JAZZ TERBAIK ITALIA


Dilihirkan pada tanggal 21 Maret 1952 di Turin, sejak kecil dia tinggal di Italia Selatan. Kakeknya bermain trumpet dengan band beraliran folk di desanya di Piedmont, Italia Utara. Carlo kecil mulai belajar bermain clarinet, kemudian bermain saksofon di berbagai macam band dengan aliran musik mulai dari dance, rhythm ‘n’ blues hingga swing.
Sejak tahun 70-an dia sudah mempersembahkan kegiatan yang bersifat konser dan rekaman album, menampilkan lebih dari 80 buah rekaman, sebagai pimpinan dan assisten pimpinan dari sebagian kegiatannya.Dia juga salah satu penemu Art Studio di tahun ’74, salah satu grup yang baru pertama kali memainkan jazz di Italia (berbagai konser di Perancis, Jerman, Belanda) dan anggota para musisi yang tergabung dalam perusahaan CMC (dari tahun ’77).Banyak majalah di Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Jepang dan Turki yang mempublikasikan artikel-artikel dan wawancara tentang Carlo. Dia tampil di berbagai konser hampir di seluruh benua Eropa dan di Kanada, Amerika Serikat, Jepang, Senegal, Antilles, Maroko, Argentina hingga Ethiopia.Dia memimpin sebuah grup yang dinamakannya Actis Dato Quartet, tampil di lebih dari 100 festival di Jepang, Maroko, Kanada, Yunani, Belgia, Swiss, Jerman, Perancis, Finlandia, Austria, Slovenia, Kroatia, Ethiopia, Lithuania, Antilles, dan Italia .Juga tampil di berbagai klub manapun di Eropa dan Jepang.
The Quartet, dibentuk pada tahun 1984, telah ikut serta dalam program radio untuk jaringan nasional di Italia, Swedia, Belgia, Finlandia, Jerman, Perancis, Kroatia dan Swiss. Dalam suatu peringatan referendum mengenai kritikan di dalam majalah “Musica Jazz” setahun sekali, termasuk dalam peringkat yang ke tujuh kalinya diantara grup musik ternama Italia dan album rekamannya di "The Penguin Guide to Jazz" dan di Larousse Encyclopaedia.
Dia juga sebagai assisten pimpinan di Atipico Trio (Berlin, Helsinki, Le Mans) dan Brasserie Trio (Nevers, Mulhouse, Moers, Clusone, Pisa, Saalfelden, Roma) selain juga aktif manggung sebagai solois untuk recital (Nimes, Le Mans, Perpignan, Roma, Rive-de-Gier, Vancouver, tujuh buah tur di Jepang, Amerika Serikat, Kanada).
Carlo juga memimpin Actis' Band, yang memiliki aliran dengan musik perkotaan yang agresif. Ia juga merupakan anggota Italian Instabile Orchestra, enam kali terpilih sebagai grup terbaik di Italia (berbagai festival di Perancis,Jerman,Spanyol,Portugal,Belanda, Austria,Inggris,Tur Kanada tahun 2000, Chicago, Jepang), di Minafra Sud Ensemble (Perancis,Jerman,Portugal,Kanada, Inggris,Bulgaria,Norwegia,Jepang, Belanda, Spanyol), di Fazio Sextet (Argentina, Salzburg), di Occhipinti nonet (Mainz, Liege, Amsterdam, Mulhouse, Portugal), duet dengan E. Rocco (Perancis, Belgia, Lithuania,Jepang, Inggris, Irlandia), Maltese Open Ensemble.
Dia pernah menjadi anggota DOM Orchestra, Mitteleuropa Orchestra (Sevilla, Wien, Munich), E.Christi Quintet (New York, Toronto, Senegal) dan masih banyak lagi lainnya. Pernah pula ikut serta ambil bagian dalam berbagai penampilan dance dan teater. Dalam sebuah polling kritikus di tahun 2000 di suatu majalah Amerika “Down Beat”, dia termasuk dalam peringkat di antara pemain saksofon baritone di seluruh dunia.
Dia sudah pernah bermain dengan David Murray, K. Vandermark, W. Horvitz, B. Phillips, L. Moholo, C. Taylor, R. Garrett, J. Shahid, Enrico Rava, G. Gaslini, M. Dresser, L. Bowie, David Sanborn, G.Sommer, M.Nicols, A.Salis, L.Kont· K.Umezu, M.Satoh, T.Kondo , Satoko Fujii, C. Zingaro, M.Bisio, Joe McPhee. (*/Hermawan/WartaJazz.com)
Link terkait : Website Carlo Actis Dato